Sabtu, 28 April 2012

13. Mengelola Konflik Organisasi


Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Konflik merupakan sebuah situasi atau perbedaan pendapat dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan dan membuatnya tidak berdaya. Jika dilihat dari definisi sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat. Konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar-belakanginya. Kondisi tersebut yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik yaitu komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Konflik dapat terjadi dalam setiap organisasi atau kelompok apapun. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. 

Pandangan mengenai konflik :

Pandangan Tradisional

Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus di hindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

Pandangan Interaksional

Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.

Tipe-tipe situasi konflik :
  1. Konflik Vertikal : konflik terjadi antara atasan dan bawahan. Bentuk konflik ini bisa berupa bagaimana mengalokasikan sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi, dan karir.
  2. Konflik Horizontal : terjadi antara sesama karyawan atau kelompok yang berada pada hierarkhi yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya, dan pemasaran.
  3. Konflik Garis Staff : bila konflik terjadi antara staf pada bidang tertentu. Contohnya antara divisi pembelian bahan baku dengan divisi keuangan.
  4. Konflik Peranan : terjadi bila komunikasi antar anggota tidak kompatibel bagi pemegang saham. Konflik ini bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar